Monday, January 23, 2012

Toko Onderdil

Foto: hasil browsing dari Google (pinjam ya...)


Di pasar sekarang ada toko baru. Ramai sekali pembelinya. Antriannya bisa sampai sepanjang dua kelurahan. Semua berbondong-bondong membeli barangnya.

Jika diperhatikan, toko itu bukan menjual sembako atau peralatan rumah tangga. Bukan pula ponsel yang sedang naik daun. Pembelinya pun beraneka ragam. Mulai dari balita, anak-anak, pemuda, orang tua, sampai lansia.

Nama toko itu adalah Toko Onderdil.
Tetapi bukan sembarang onderdil.

Ada pembeli yang datang terpincang-pincang. Si pemilik toko langsung memberikan kaki yang baru. Memasangkannya, dan membuang kaki yang lama.
Selanjutnya pembeli yang memakai kaca mata hitam. Tanpa perlu bicara apa-apa, si penjual langsung mengerti. Mengambil kotak yang berisi dua bola mata yang terendam dalam suatu cairan. Mengambilnya, dan memasang ke rongga mata si pembeli yang tadinya kosong. Si pembeli girang bukan kepalang. Kaca mata pun dibuka. Tongkat penunjuk jalan pun dipatahkan.

Begitulah, ternyata toko itu menjual onderdil badan. Apa saja ada. Mulai dari mata, telinga, hidung, mulut, tangan, kaki, jari, lidah, lambung, hati, usus, ginjal, bahkan jantung. Harganya? Suka rela dan semampunya.

Hingga suatu ketika, ada anggota dewan yang jempolnya terpelintir karena terlalu banyak BBM-an ketika rapat. Jempo itu bengkak. Ujungnya lecet dan menimbulkan koreng. Menurut dokter, jempol itu harus diamputasi. Tentu saja si anggota dewan tak mau. Maka, atas saran staf ahlinya, ia pun datang ke Toko Onderdil.

Sesampainya di depan si penjual, anggota dewan bertubuh tambun itu pun mengacungkan jempolnya. Mengeluhkan banyak hal dan bilang bersedia membayar berapapun harganya demi si jempol baru.

Si penjual yang seorang kakek tua berjanggut putih, tersenyum bijaksana. "Bukan jempol baru yang Bapak perlukan. Tapi hati. Agar Bapak dan teman-teman punya nurani."