Friday, May 10, 2013

Bukti Cinta

Gambar hasil browsing via google.


Lima perempuan cantik.

Penyidik memandang sambil terkagum-kagum. Semua tak ada cacatnya. Putih mulus menggoda.

"Saudari A, apa yang anda dapatkan dari saudara tersangka?"
"Mobil sedan, Pak," jawabnya lirih.

"Saudari B, apa yang telah saudara tersangka berikan kepada anda?"
"Kalung berlian, Pak."

"Saudari C, apakah benar rumah mewah di Pondok Indah itu pemberian saudara tersangka?"
"Benar, Pak."

"Saudari D, berapa uang yang ditransfer oleh saudara tersangka kepada anda?"
"Dua milyar, Pak. Sebanyak tiga kali."

Para penyidik menggeleng-gelengkan kepala melihat bukti-bukti yang disampaikan oleh keempat wanita simpanan tersangka korupsi yang lima hari lalu entah bagaimana bisa kabur dari tahanan.

"Yang terakhir, Saudari E, harta apa yang telah anda dapatkan?"
"Tidak ada, Pak."
"Bohong!"
"Sungguh, Pak."
"Tidak mungkin. Lalu, kenapa anda mau menjadi simpanannya?"
"Cinta..."
"Cih! Mana ada cinta hari gini!!"
"Benar, Pak. Bahkan saya jamin, beliau pun cinta kepada saya. Karena hanya saya yang mendapat hatinya."

Semua yang di ruangan tersebut mendadak menjadi mual ketika wanita cantik itu mengeluarkan gumpalan berbau busuk dari dalam tasnya.

Paku

Gambar dibrowsing dari google.

"Astaga! Kenapa pula motor ini? Padahal semalam sudah kucek semua. Mulai dari rem, lampu, isi bensin, ban, oli, rantai, bahkan spion. Tak ada satu pun yang terlewat. Tapi kenapa tiba-tiba motornya oleng?"

Hadi segera menghentikan motor dan menepikannya. Jalan raya pagi itu cukup padat. Maklum, jam berangkat kerja.

"Ya ampun! Kok bisa sih bannya kempes?" Hadi meninju ruang kosong. Kesal tak tertahankan.

"Gawat! Aku harus sampai tepat waktu. Ini adalah kesempatan emas yang kutunggu-tunggu selama belasan tahun. Tak boleh terlewat!"

Dengan panik, Hadi mencari-cari tukang tambal ban di sekitar tempat itu. Tapi apes. Tak ada satu pun yang terlihat. Putus asa, Hadi berniat meninggalkan begitu saja motornya di salah satu parkiran toko dan berganti dengan kendaraan umum. Tapi, sayangnya daerah itu tak dilewati oleh angkot atau yang lainnya. Bahkan tukang ojek pun tak ada.

Tetapi keberuntungan masih ada di pihaknya. Salah seorang yang kasihan kepadanya, menunjukkan satu arah. Di sana ada tukang tambal ban, katanya. Seperti kesetanan, Hadi mendorong motornya. Hatinya menjadi lega ketika di kejauhan terlihat ban-ban bekas digantungkan.

"Hei, Di. Kenapa motornya?" sapa si tukang tambal ban yang ternyata adalah kawannya.

"Kempes. Kena paku di jalan sana."

"Kok bisa? Memangnya kamu nggak ingat? Kan kamu yang mengajari aku supaya menyebar di sana, agar bengkelku selaris bengkelmu."

Mata Hadi melotot. Jantungnya nyaris copot. Apa lagi ketika melihat jam tua yang tergantung di bengkel kecil itu telah menunjukkan pukul 9. Waktu yang disepakati untuk wawancara kerja. Satu-satunya kesempatan untuk merubah nasibnya dari seorang tukang tambal ban menjadi karyawan telah hilang. Selamanya.