Thursday, August 2, 2012

Secangkir Kopi




Foto: hasil browsing dari Google (pinjam ya...)


Kopi bubuk tiga sendok teh.
Krim susu seperempat cangkir.
Sepotong kecil gula batu. Bukan gula pasir.
Terakhir, air yang benar-benar baru mendidih.

Itu takaran yang selalu kuingat. Dan harus tepat. Jika tidak, kamu pasti tak mau meminumnya.
Aku membuatnya sehari dua kali. Pagi. Dan sore hari.

Di suatu sore, ketika aku mengantarnya ke ruanganmu, kamu sedang memandang langit senja dari balik jendela kantor yang tirainya tersingkap setengah.
"Aku suka senja... sendu... dan bisu..." bisikmu.

Aku terdiam. Membiarkanmu terus berbicara. Bercerita.

"Aku juga suka kopi. Hitam. Pekat. Pahit. Namun nikmat."

Aku melanjutkan membereskan berkas-berkas di meja kerjamu.

"Secangkir kopi... semburat senja... dan kamu... sungguh sempurna..."

Aku tercekat. Otakku berputar cepat. Meloncat-loncat.
Kamu... Kantor... Kopi... Senja... dan istrimu yang sedang menunggu di luar sana.